Kembalinya UN Apakah Hal Lama kembali Dengan Case Baru
Ujian Nasional (UN) akhir-akhir ini kembali hangat dibicarakan dalam dunia pendidikan Indonesia. UN yang berfungsi sebagai alat evaluasi kompetensi lulusan dirancang sedemikian rupa untuk menilai ketercapaian siswa secara nasional.
Pencapaian ini dituangkan dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Awal pengimplementasiannya bertujuan untuk memberikan indikator pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) demi meningkatkan mutu pendidikan.
Namun, perjalanan UN tidak mulus. Setelah dihapus pada tahun 2021 dan digantikan dengan Asesmen Nasional (AN), kini pemerintah berencana merancang kembali UN dalam bentuk yang baru pada tahun ajaran 2025/2026.
Alasan UN Kembali Digelar
Keputusan untuk menghidupkan kembali UN ini tidak lepas dari berbagai kritik terhadap pelaksanaan AN yang dinilai tidak mencakup seluruh aspek pencapaian siswa. Pemerintah berharap rancangan UN yang baru ini mampu menjadi bahan evaluasi yang lebih seragam dan menyeluruh, sebagai cerminan standar Pendidikan Nasional yang lebih baik.
Kemendikdasmen menegaskan bahwa format UN yang baru tidak hanya mengukur hafalan, namun juga kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kreativitas. Dengan pendekatan ini, diharapkan pendidikan Indonesia mampu menjawab tantangan zaman.
Dampak Positif dan Negatif UN
UN adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, ia memberikan alat ukur objektif atas capaian siswa dan mendorong semangat belajar. Di sisi lain, pelaksanaan terpusat dapat menciptakan ketimpangan, terutama bagi sekolah di daerah terpencil.
Selain itu, fokus berlebihan pada mata pelajaran tertentu seringkali membuat pelajaran lain terabaikan. Tekanan psikologis pada siswa juga menjadi perhatian karena dapat berdampak negatif pada mental mereka.
Survei FSGI: Pandangan Guru
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis survei terkait pandangan guru terhadap UN dan sistem zonasi. Dari 912 responden di 15 provinsi, 87,6% guru mendukung penghapusan UN, dan 72,3% mendukung keberlanjutan zonasi. Ini menunjukkan bahwa mayoritas guru merasa UN tidak lagi relevan untuk kebutuhan pendidikan saat ini.
Pandangan Tokoh Nasional
Perbincangan tentang UN juga melibatkan tokoh-tokoh politik. Bapak Sandiaga Uno menyatakan bahwa evaluasi yang menggali minat dan bakat siswa lebih baik dibanding UN. Sebaliknya, Bapak Jusuf Kalla mendukung pelaksanaan UN sebagai tolak ukur kemampuan siswa secara nasional.
Kedua pandangan ini menunjukkan keragaman pemikiran mengenai arah kebijakan pendidikan Indonesia ke depan.
Kembalinya Ujian Nasional menjadi momen refleksi bagi dunia pendidikan: Apakah kebijakan ini akan meningkatkan kualitas pendidikan secara nyata, atau hanya mengulang pola lama dengan wajah baru?
Malik adalah penulis yang mulai aktif menggoreskan pena sejak kelas 3 SMP. Ia penulis reflektif yang gemar mengeksplorasi pikiran dan perasaan manusia. Tulisannya berfokus pada pengembangan diri. Temukan lebih banyak pemikirannya di blog BincagEdu.
Posting Komentar untuk "Kembalinya UN Apakah Hal Lama kembali Dengan Case Baru"